 |
|
 |
|
Full name : Kalivta |
Nick name : Kalivta |
Birth place / date : Jakarta / 1Januari 1980 |
Status : single |
Activity : lecturer |
Wish : meet my real parents |
Love : my friends |
Favorite : all the quiet places |
Obsession : save the children from bad |
environment |
|
|
|
|
|
 |
|
|
|
Namaku Kalivta...
Aku dikeluarkan dari rahim di tangan seorang petugas polisi. Sebab rahim itu membuatku kedinginan dan kelaparan. Rahim yang berusaha membunuhku. Rahim dari kardus, bekas mi instan.
Orang-orang dihadirkan ke dunia karena rasa cinta yang tumbuh di sekitar manusia. Aku dihadirkan ke dunia karena benih jahat sindikat perdagangan manusia.
Maret 1980, umurku 3 bulan. Saat sebuah rumah diserbu petugas. Sesuatu yang jahat terbongkar. Anak-anak pun dibebaskan. Dan itu aku, dimasukkan ambulan. Begitu kecil, begitu tak berdaya. Tapi aku masih hidup. |
|
|
|
Waktu itu namaku belum Kalivta.
Umurku baru 6 tahun. Saat kuberada di antara anak-anak yang memanggil semua pria ayah dan memanggil semua wanita ibu. Nanti saat kubertambah besar, kusadar mereka hanya memimpikan sesuatu yang mereka tak punya.
Waktu itu pula, hanya dua anak yang selalu di dekatku. Karena mereka tak bermimpi, atau tak mampu bermimpi. Seperti juga aku. Karena ibuku adalah hujan yang menumbuhkan tunas-tunas. Dan ayahku sinar matahari yang merekahkan kuncup bunga.
Aku selalu rindukan ibu, karena hujan tidak datang setiap hari. Saat malam ketika hujan adalah saatku leluasa bercengkrama dengan ibu, di suatu tempat yang orang tak mau menginjakkan kakinya. Ketika titik air merengkuhku, kurasakan ibu memelukku. Dan dua temanku ikut merasakannya, mereka tidak bermimpi. Mereka punya ibu, ibuku, yang turun dari langit. |
|
|
|
Dan aku, aku seperti barang antik, terlihat mahal, tapi tersimpan di tempat yang pengap dan lembab, hingga orang malas untuk meraih. Karena aku tahu di mana tempatku, untuk bisa leluasa memandang langit, menebarkan rinduku pada ibu yang kan tiba. Mereka mengatakan aku keturunan yang tak nampak, yang menjelma manusia saat dimasukkan dalam kardus. Suka akan tempat-tempat gelap, yang akan memunculkan bau wangi yang anyir dari ruang-ruang singup. Tapi aku cuma bercengkrama dengan ibuku, bersama dua orang temanku, dan beberapa yang lain yang hanya aku yang tahu. Di sini, di tempat orang memalingkan pandangannya, aku bahagia. |
|
|
|
Namaku Kalivta…
Saat kutemukan dunia begitu pongah, melenamu dalam belaian, hingga kau tak sadar telah jatuh ke jurangnya yang terjauh. Pun bila kau mampu berlari
dan merasa menemukan jalanmu, kau tak tahu apa arti kata merasa, karena di sekitarmu berceceran jurang-jurang dalam. Hanya satu cara jika engkau ingin menemukan duniamu sendiri, kau harus tinggalkan dunia yang tak kau inginkan. Tidaklah mungkin bila kau ingin ke sana sementara kau masih di sini. |
|
|
|
Kupandangi gedung tinggi di depan langit merah. Dari lantai 9 itu, kujatuhkan diriku dua hari yang lalu. Dan di atasku berdiri, orang-orang menemukan tubuhku tergeletak. Malam itu harusnya kutakjatuh di sini. Tempat ini berjarak beberapa meter jauhnya dari titik kumeluncur ke bawah. Kutaktahu apa yang terjadi. Kupikir aku sudah mati karena memang seharusnya aku sudah mati.
Sampai kuberdiri di sini sekarang. Kembali ke dunia penuh mahluk penghisap darah. Aku harus kembali, meski kubelum benar-benar pergi. Kutelah tinggalkan mereka dengan kepongahan yang telah diwariskan dunia padaku. Lalu setelah semua yang terjadi, kutinggalkan diriku sendiri dengan keputusasaan atas kebengisan dunia pada kesempurnaanku yang suci. Kutinggalkan diriku seorang diri di sini, di kegelapan yang hanya bisa diraba, sementara kuinginkan suatu seperti semua orang menginginkan sesuatu.
Maka di tanah inilah kakiku bertahan. Lalu kupandangi jumput rumput di depanku. Di sela-sela mereka, tergolek lembut bulu-bulu burung. Serabut halusnya gemulai tersentuh angin. Bulu-bulu itu betebaran, melambai pelan, menandai tempatku terjatuh. |
|
|
|
Ini yang kelima aku melompat dari gedung lantai 9. Gedung kesukaanku. Dan tampaknya menjatuhkan diri dari ketinggian ini menjadi satu ketagihan yang akut bagiku. Saat-saat ini adalah saat yang selalu kunanti, seperti penantian akan seteguk air gunung pada penghujung dahaga. Saat ketika angin keras mengangkat tinggi helai rambutku. Dan jutaan bintang bersorak menyambut kedatanganku. Ujung jari kakiku pun telah menyentuh tepi batas. Yang kulakukan hanya mengangkat tinggi tanganku. Membiarkan sentuhan angin menerpa kulitku, meresap ke tulang-tulangku. Lalu kujatuhkan tubuhku di belah udara, kurelakan ragaku pada gravitasi, angin pun mulai memelukku. Dan aku meluncur, tapi tak ke bawah. Karena bulu-bulu itu telah tumbuh. Menghantar angin di bawah bentang tanganku. Membuatku melayang, menuju kerlip bintang. |
|
|
|
Namaku Kalivta…
Aku bukan manusia. Aku seorang malaikat, setengah orang setengah malaikat, mungkin. Aku bidadari, yang terlahir dari kotak kardus. Tapi aku bukan bidadari sampai dunia yang buruk rupa menusuk cawan emasku hingga retak. Lalu tetesan darah di rongga itu memaksa bulu-bulu keluar dari kulit tanganku, memekarkan sayap yang mengembang di bawah kemilau bulan. Membawaku melayang, menemukan duniaku di antara taburan bintang dan burung malam.
Tapi di suatu saat aku seorang iblis, setengah orang setengah iblis, mungkin. Ketika dendam itu tersulut karena kuharus melawan ingatanku sendiri. Bayang-bayang itu kadang tak mau hilang, menarikku dari dunia yang kupunya sekarang, membenamkanku ke tempat nista itu, di sebuah kota berjuluk neraka. |
|
|
|
|
|
|
 |